Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
ArtikelBlog

Anime-Manga, Membaca, & Negara: Pleidoi Singkat Seorang Wibu – Ketiketik.com

20
×

Anime-Manga, Membaca, & Negara: Pleidoi Singkat Seorang Wibu – Ketiketik.com

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Tono, seorang santri, baru saja menyelesaikan bacaan My Hero Academia saat seorang adik kelasnya, Sarimin, datang dengan wajah murung. Ternyata, Pak Paidi, gurunya, melarang Sarimin membaca Attack on Titan karena dianggap tidak mendidik.

Apakah membaca komik benar-benar tidak mendidik?

Tono tersenyum mendengarnya. Ia menyadari bahwa anggapan hanya buku pelajaran yang mendidik masih melekat di sebagian guru. Setelah mengetahui Sarimin telah membaca beberapa judul manga populer seperti Tokyo Ghoul, Death Note, Attack on Titan, One Piece, Jujutsu Kaisen, dan Naruto, Tono terkejut. Ia menyadari betapa sulitnya membaca manga di lingkungan pesantren. Tono meyakini membaca, apa pun jenisnya, bermanfaat dan mendidik. Baginya, membaca komik bisa membuka jalan menuju bacaan lain, seperti yang terjadi padanya.

Example 300x600

Tono percaya akan manfaat membaca, bahkan lebih baik bagi santri agar tak meniru kebiasaan wakil presiden yang mengaku tidak suka membaca tetapi menjabat sebagai pemimpin. Ia tak ingin langsung memberitahu Sarimin, tapi membiarkan Sarimin menemukan sendiri pengalaman membaca.

Mengapa Sarimin mengidolakan tokoh antagonis?

Tono menanyakan tokoh favorit Sarimin. Jawabannya adalah Eren Yeager dari Attack on Titan, yang menurut Tono adalah tokoh antagonis. Sarimin berpendapat Eren jahat karena terpaksa, karena kondisi dunia yang membuatnya begitu. Selanjutnya, Sarimin mengatakan mengidolakan Geto Suguru dari Jujutsu Kaisen, karena dianggap tidak munafik seperti para petinggi Jujutsu. Tono menyadari Sarimin, meski masih muda, telah menangkap ketidakadilan dan intrik kekuasaan dalam sistem, tanpa perlu belajar teori politik.

Tono melihat benih pemberontakan dalam diri Sarimin. Ia ingin membimbingnya dengan memperkenalkan berbagai bacaan. Tono menyarankan novel-novel karya Tere Liye, George Orwell (Animal Farm dan 1984), Pramoedya Ananta Toer (Tetralogi Buru), Italo Calvino, Nasrirun Purwokartun, Leila Chudori, hingga karya-karya Dostoevsky, Franz Kafka, dan Osamu Dazai. Tono juga menyarankan bacaan tentang perang, seperti Night karya Elie Wiesel, dan buku-buku karya Mochtar Lubis dan Leo Tolstoy. Ia juga menambahkan John Steinbeck untuk memahami komedi di balik tragedi kemiskinan dan Sri Sumarah karya Kayam untuk memahami kekuatan pasrah.

Bagaimana manga dan anime bisa mengajarkan kita tentang politik dan kekuasaan?

Tono menyadari ia telah berlebihan. Ia telah membombardir Sarimin dengan daftar panjang buku tanpa memahami persoalan yang dihadapi Sarimin. Setelah itu, Sarimin menyebutkan Madara Uchiha dari Naruto sebagai tokoh favoritnya. Tono menahan diri untuk tak langsung menghubungkan pilihan Sarimin dengan kemungkinan menjadi seorang revolusioner. Namun, ia tak dapat sepenuhnya mengabaikan realita negara yang penuh dengan nepotisme, pelintiran undang-undang, dan represi kebebasan berekspresi.

Tono kemudian memutar video Pain Shinra Tensei di YouTube. Ia ingin Sarimin mendengar monolog Pain tentang rasa sakit dan kedamaian. Tono tak tahu apakah Sarimin memahami relevansinya dengan situasi negeri saat ini, namun ia merasa penting bagi Sarimin untuk mendengarnya. Melalui manga dan anime, Tono melihat pintu untuk mendiskusikan isu-isu sosial dan politik yang kompleks dengan bahasa yang mudah dipahami dan menarik bagi generasi muda. Pembicaraan itu pun berakhir dengan penuh makna dan membuka jalan bagi pembelajaran lebih lanjut di masa yang akan datang.

Sumber : https://ketiketik.com/anime-manga-membaca-negara-pleidoi-singkat-seorang-wibu/

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *